"Sederhana, Tapi Butuh Usaha Keras?"

“Dengan lima batang tusuk sate, kami belajar
Dengan lima batang tusuk sate, kami berjuang
Dengan lima batang tusuk sate, kami menyalurkan ide-ide kami
Dengan lima batang tusuk sate, kami berpikir
Dengan lima batang tusuk sate, kami ditantang
Dengan lima batang tusuk sate, kami bekerja keras
Dengan lima batang tusuk sate, kami berinteraksi
Dan dengan lima batang tusuk sate pula, kami yakin
Bahwa kami bisa dan kami tidak akan menyerah”

Analisis proses pengerjaan pembuatan bintang dari tusuk sate dikaitkan dengan teori

Pengerjaan tugas ini dapat dianalisis berdasarkan beberapa landasan, yaitu:

1. Landasan Filosofis

Dalam mengerjakan pembuatan bintang dari tusuk sate, dilakukan metode ilmu berfilsafat, yaitu salah satu kegiatan manusia dimana manusia akan berusaha mencapai kebijaksanaan atau dalam hal ini dapat dikatakan sebagai hasil akhir yang benar (bentuk bintang yang kokoh dan tidak lepas jika diputar-putar). Konsep ciri berfilsafat yang digunakan dalam pembuatan bintang ini adalah berpikir universal; berpikir secara menyeluruh, tidak khusus, tidak terbatas kepada bagian-bagian tertentu; pembuatan bintang itu dilakukan secara berulang-ulang dan berbagai cara yang dianggap kelompok tepat hingga pada akhirnya dapat mencapai kebenaran.

Berdasarkan pemikiran Progresivisme, yaitu sesuai dengan pandangan Rosseau (falsafah naturalisme), pembuatan bintang itu merupakan bentuk dari self activity, freedom, dan self expression dimana tiap kelompok diberikan kesempatan oleh pendidik, kebebasan untuk melakukannya sesuai dengan keinginan mereka (dosen hanya memantau dan mahasiswa yang melakukan tugas). Di dalam kelompok juga ada komunikasi dan interaksi ketika bertukar pikiran mengenai bagaimana cara pembuatan bintang tersebut dan untuk hasil yang lebih baik.

Sesuai dengan pandangan John Dewey (filsafat pragmatisme), pembuatan bintang ini juga termasuk tujuan pendidikan yang bersifat temporer, yang berarti apabila suatu tujuan telah tercapai maka hasil tujuan tersebut menjadi alat untuk mencapai tujuan berikutnya. Hal itu tampak ketika pembuatan bintang telah tercapai, maka hasilnya menjadi alat yang digunakan untuk menganalisis bagaimana proses pengerjaan dan cara yang digunakan dalam membuatnya. Dalam prosesnya pun, menekankan pada kekreatifan dan tidak dipisahkan dari lingkungan. Dosen juga tidak berperan langsung, melainkan memberi petunjuk kepada mahasiswa sehingga mereka dapat merencanakan perkembangannya sendiri dan dosen harus membimbing kegiatan belajar-mengajar.

Berdasarkan pemikiran Perenialisme, ketika anak gagal dalam belajar maka guru tidak boleh dengan cepat menyatakan bahwa itu salah namun pendidik tetap menyemangati agar murid bekerja dan mencoba lagi. Itu tampak ketika dosen tetap memberikan dorongan terhadap beberapa kelompok yang belum bisa membuat bintang itu dengan baik, khususnya kepada kelompok kami yang merupakan kelompok yang terakhir selesai membentuk bintang yang kokoh. Dorongan itu berpengaruh besar sehingga kami tetap mencoba dan mencoba hingga akhirnya juga berhasil untuk membentuk bintang.

Ketika membuat bintang itu juga, terdapat konsep pendidikan yaitu:

Comprehensive sehingga keseluruhan persoalan pendidikan mendapat tempat perhatian dalam rangka filsafat pendidikan. Tampak pada pengerjaannya yang memerlukan proses berpikir yaitu ketika memikirkan cara membentuk bintang yang kokoh dengan pemikiran yang komprehensif.

Consistency sehingga ada kesesuaian antara pengetahuan dan apa yang diketahui, yaitu ketika ide yang kami pikirkan sesuai dengan bentuk alat yang tersedia.

• Ide-idenya harus dapat dilakukan; setiap anggota memberikan ide bagaimana cara untuk membuat bintang tersebut dan ide itu harus logis dan tidak merusak tusuk sate yang ada.

• Mencari kebenaran yang dapat dijadikan pedoman guiding principle. Kelompok mempunyai tujuan yaitu membentuk bintang dengan baik dan itu dijadikan pedoman dalam penyelesaian pengerjaan bintang tersebut.


2. Landasan Psikologis

Pembuatan bintang dari tusuk sate merupakan satu proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Sesuai dengan taksonomi Bloom dan kawan-kawan, pembuatan bintang itu memerlukan tiga kemampuan (domain) yaitu:

1. Kognitif (cognitive domain)

Meliputi kemampuan memahami, menerapkan dan mensintesis. Di sini dibutuhkan kemampuan untuk menangkap makna tugas pembuatan bintang, kemudian menggunakan teori-teori kreativitas yang sudah dipelajari ke dalam pembuatannya, sehingga kami akhirnya mampu membentuk bintang itu.

2. Afektif (affective domain)

Kemampuan ini meliputi beberapa sikap, yaitu:

- Menerima (receiving) → setiap anggota kelompok bersedia memperhatikan petunjuk dosen tentang tugas ini.

- Menanggapi (responding) → setiap anggota aktif berpartisipasi dan mencoba menerapkan ide yang dipikirkannya.

- Menghargai (valuing) → kami menghargai tusuk sate tersebut dan berhati-hati karena jika rusak tidak akan diberi gantinya lagi.

- Membentuk (organization) → kami mencoba ide-ide yang ada, dan tetap berusaha bekerja sama walaupun kami sempat pusing dan bingung hendak membuat cara apa lagi agar bintang tersebut dapat terbentuk.

3. Psikomotor (psychomotor domain)

Yaitu kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan kegiatan fisik. Hal ini tampak ketika kami berusaha membentuk bintang dengan memasukkan salah satu tusuk sate ke pengait yang ada, melebarkan bentuk lampion, dan mencoba memutar-mutar bintang ketika sudah terbentuk untuk menguji apakah sudah kokoh atau tidak.

Pembuatan Bintang adalah Penerapan Bentuk Belajar

Tugas pembuatan bintang ini dapat dikelompokkan ke dalam berbagai bentuk pembelajaran.

Sesuai dengan teori A. De Block tentang bentuk belajar, pembuatan bintang ini dapat dimasukkan ke dalam jenis belajar kognitif, belajar estetis, dan belajar dengan mencoba-coba. Membuat bintang yang kokoh diperlukan proses berpikir dan kemampuan membentuk bintang yang bagus. Dan yang paling sering kami lakukan adalah bentuk belajar mencoba-coba (trial and error). Kami mencoba-coba hingga beberapa kali sehingga pada akhirnya menemukan hasil yang tepat.

Sesuai dengan teori Van Parreren, termasuk ke dalam bentuk belajar untuk belajar. Kami mencoba satu cara membentuk bintang itu, kemudian dilihat apakah bintang yang terbentuk sudah kokoh dan tidak lepas jika diputar-putar. Jika masih lepas, kami mencoba lagi cara yang lain dan tidak mengulangi cara yang sebelumnya.

Sedangkan sesuai dengan teori Gagne, pembuatan bintang ini termasuk ke tipe VIII yaitu belajar memecahkan problem, dimana kami menggabungkan ide-ide kami untuk mencari pemecahan masalah yaitu terbentuknya bintang yang kokoh.

Akhir Kata
Berdasarkan pengalaman kelompokku, tugas pembuatan bintang ini tampak sederhana tetapi ternyata penyelesaiannya tidak sesederhana bahan-bahan yang disediakan. Kami memerlukan usaha yang cukup signifikan, karena diantara enam kelompok yang ada, kami adalah kelompok yang paling lama menyelesaikannya. Tapi, kami tetap semangat berkat dukungan dosen pembimbing (Bu Dina) dan ini adalah salah satu proses belajar yang menarik dan tidak membosankan.

Susi Tambunan
081301061
Tangal Penyelesaian tugas : 18 Februari 2010

Referensi
Riyanto, H. Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Salam, Burhanuddin. 2002. Pengantar Paedagogik (Dasar-Dasar Ilmu Mendidik). Jakarta: Rineke Cipta.

0 komentar:

Posting Komentar